Pengunjung

My Profile :

Foto saya
Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
Singles who must .., well established, like traveling, steady ..! Discipline and hard work ..! Please Your Comment to my Blog..!

Senin, 14 Januari 2013

Deep Tunnel vs Banjir di Jakarta


"Deep Tunnel" Belum Mampu Atasi Banjir?
Megaproyek deep tunnel atau terowongan multifungsi yang diyakini oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dapat mengurai banjir yang selalu menghampiri Ibu Kota ternyata mendapatkan pandangan berbeda dari beberapa pihak. Setelah dinilai sebagai proyek dadakan oleh  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, kini deep tunnel juga mendapat kritikan dari pengamat perkotaan Nirwono Joga.
Nirwono menilai, proyek yang diperkirakan membutuhkan dana Rp 16 triliun itu tak mampu mengurangi titik banjir yang ada di Ibu Kota. "Perlu diingat, deep tunnel itu tidak untuk mengurangi banjir, tapi untuk mengurangi debit air puncak saat Ciliwung sedang tinggi," kata Nirwono saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu (13/1/2013).
Menurut dia, dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk melakukan pengkajian pada megaproyek deep tunnel. Oleh karena itu, ia mengimbau kepada Jokowi agar lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan, terutama kebijakan yang belum melalui proses hukum.
"Daripada membuat deep tunnel yang belum jelas dasar hukumnya, kan, lebih baik fokus revitalisasi drainase, situ, dan waduk, perbanyak daerah resapan," kata Nirwono.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, megaproyek deep tunnel merupakan proyek dadakan. "Mau Pak Jokowi bilang proyek deep tunnel bukan hasil dari wangsit gorong-gorong, ya, tapi tetap saja, seharusnya dalam menentukan proyek itu harus dengan strategic planning (rencana strategis) yang jelas," kata pria yang akrab disapa Bang Sani tersebut. Selain itu, kata Sani, seharusnya Pemprov DKI mengacu pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017.
Jokowi menjanjikan program deep tunnel akan dimasukkan ke dalam RTRW 2011-2030, RPJMD 2013-2017 yang kemudian juga bisa dimasukkan ke dalam revisi tambahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Meski Jokowi tengah merancang payung hukum deep tunnel untuk masuk dalam RPJMD 2013-2017, Sani menilai seharusnya Jokowi tidak serta-merta memasukkan suatu proyek besar dalam RPJMD 2013-2017. "Enggak bisa dadakan untuk main masukin saja ke RPJMD, ini ngurus kota, bukan ngurushalaman rumah, harus ada kajian yang matang," kata Sani.
Selain itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyayangkan keputusan Jokowi yang tidak melakukan public hearing untuk proyek deep tunnel seperti proyek MRT. "Mengapa pada saat pemaparan terbuka MRT beliau mengundang warga, tetapi untuk pemaparan deep tunnel, monorel enggak pernah ada. Ini, kan, menjadi pertanyaan bagi warga juga. Semua itu sebenarnya bisa terjawab dan ada strategic planning dalam membuat program," kata Sani.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa Jakarta membutuhkan saluran raksasa di dalam tanah ataudeep tunnel. Terowongan ini dibutuhkan untuk mengatasi persoalan banjir yang berimbas pada kemacetan parah. Menurut Jokowi, deep tunnel nantinya bisa berfungsi untuk beragam kepentingan. Selain sebagai saluran air raksasa pada saat banjir, di saat yang lain juga bisa sebagai sarana transportasi.
Deep tunnel yang dimaksud mirip dengan konsep smart tunnel yang ada di Kuala Lumpur. Rencananya, deep tunnel akan membentang dari MT Haryono sampai Pluit. Selain untuk mengantisipasi banjir, juga digunakan sebagai jalan tol, jaringan fiber optik, menyalurkan air, transportasi kendaraan, jalur utilitas PLN, gas, telepon, dan sebagainya.
Megaproyek ini bernilai Rp 16 triliun dan akan didanai oleh investor. Diameter deep tunnel lebih-kurang 16 meter. Jokowi menargetkan megaproyek tersebut dapat diselesaikan sekitar empat tahun.
Sumber :JAKARTA, KOMPAS.com 

Minggu, 25 November 2012

Bagaimana mengetahui Air yang Sehat..!

7 Indikator bahwa air itu Sehat dan Aman



Air yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
1.  Air harus jernih atau tidak keruh. Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya.
2. Tidak berwarna. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning , air buangan dari pabrik , selokan, air sumur yang tercemar dan lain-lain
3.    Rasanya tawar. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.Tidak berbau. Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang sedang didekomposisi (diuraikan) oleh mikroorganisme air.
4.  Derajat keasaman (pH) nya netral sekitar 6,5 – 8,5 . Air yang pHnya rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit. Contoh air alam yang terasa asam adalah air gambut (rawa).
5. Tidak mengandug zat kimia beracun, misalnya arsen, timbal, nitrat, senyawa raksa, senyawa sulfida, senyawa fenolik, amoniak serta bahan radioaktif.
6. Kesadahannya rendah. Kesadahan air dapat diakibatkan oleh kandungan ion kalsium (Ca2+)dan magnesium (Mg2+) . Hal ini dapat dilihat bila sabun atau deterjen yang digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar peralatan yang dipergunakan untuk merebus air terdapat kerak atau endapan. Air sadah dapat juga mengandung ion-ion Mangan (Mn2+)dan besi (Fe2+) yang memberikan rasa anyir pada air dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatanpada peralatan dan pakaian yang dicuci. Meskipun ion kalsium, ion magnesium, ion besi dan ion mangan diperlukan oleh tubuh kita. Air sadah yang banyak mengandung ion-ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi. Karena dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati. Tubuh kita hanya memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit sedikit sekali. Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mangan dan magnesium merupakan zat yang membantu kerja enzim, besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah.Batas kadar ion besi yang diizinkan terdapat di dalam air minum hanya sebesar 0,1 sampai 1 ppm ( ppm = part per million, 1ppm = 1 mgr/1liter). Untuk ion mangan ; 0,005 – 0,5 ppm, ion kalsium : 75 – 200 ppm dan 1on magnesium : 30 – 150 ppm.
7. Tidak boleh mengandung bakteri patogen seperti Escheria coli , yaitu bakteri yang biasa terdapat dalam tinja atau kotoran, serta bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan penyakit usus dan limpa, yaitu kolera, typhus, paratyphus, dan hepatitis. Dengan memasak air terlebih dahulu hingga mendidih, bakteri tersebut akan mati.

Kamis, 30 Agustus 2012

Kemashuran Syech Siti Jenar.


SYEKH SITI JENAR MENGAPA MISTERIUS..???

Serial Ziarah Pustaka Walisanga ditutup dengan ziarah pustaka Syekh Siti Jenar. Apakah dia salah satu dari sekian banyak wali? Dalam kepustakaan tentang walisanga, posisi sembilan wali ini berganti-ganti, pembenarannya tentu karena ada yang meninggal, begitu rupa seringnya sehingga nama-nama lain sebagai wali nubah atau wali pengganti jumlahnya sampai 21, bahkan ada yang menyebutkan angka 47. Di antara berbagai nama itu ada yang cukup dikenal seperti Sunan Tembayat, Sunan Wilis, maupun Sunan Geseng, tetapi ada juga yang sangat jarang terdengar seperti Sunan Kertosono dan Sunan Padhusan. Sebegitu jauh, meskipun sangat amat terkenal, Syekh Siti Jenar tidak dianggap sebagai bagian dari lingkaran walisanga - tetapi cerita yang mana pun tentang walisanga tidak bisa dianggap lengkap tanpa menyebutkan peranan Syekh Siti Jenar.
Penulis & Fotografer : Seno Gumira Ajidarma; INTISARI Siapakah Syekh Siti Jenar? meskipun setidaknya Intisari telah menjejaki yang disebut sebagai - dua kuburan Syekh Siti Jenar, masing-masing di Kemlaten, Cirebon maupun Gedong Ombo, Tuban, agaknya Syekh Siti Jenar tidak bisa dipastikan keberadaan historisnya secara ilmiah dalam kategori positivistik. Keberadaan Syekh Siti Jenar adalah keberadaan sebuah makna, baik dalam bentuk suatu ajaran yang tercatat pada berbagai naskah, maupun makna keberadaan dalam penafsiran politis, sebagai tokoh oposisi terhadap hegemoni kekuasaan rohani para wali.
Suatu konstelasi yang sebetulnya juga merupakan tipologi konstelasi politik duniawi, ketika kerajaan-kerajaan Islam di Jawa telah menjadi dominan, tetapi pusat-pusat kekuasaan pra-Islam dengan segenap aliran kepercayaannya, belum sepenuhnya terleburkan - bahkan sampai hari ini.  Wali yang mencemaskan Dalam ziarah pustaka ini, gambaran Nancy K. Florida tentang Tiga Guru Jawa (Syekh Siti Jenar, Syekh Malang Sumirang, Ki Ageng Pengging) dalam disertasinya, Menyurat Yang Silam Menggurat Yang Menjelang (1995) akan dikutip sebagai pengantar:  "Di antara ketiga empu tersebut, Syekh Siti Jenarlah yang paling dikenal, dengan ketenarannya sebagai wali pembangkang yang paling utama di Jawa bahkan hingga saat ini. Berbagai versi kisahnya, baik lisan maupun tulisan, melimpah.
Dialah tokoh yang mewakili penyebarluasan, dan yang disebarluaskannya adalah pengetahuan esoteris eksklusif yang keluar dari kalangan elite politik-spiritual ke dalam budaya khalayak ramai. Atas penyebarluasan inilah maka para wali merasa terpanggil untuk memusnahkan Syekh Siti Jenar. Mereka melihat ancaman politik yang benar-benar nyata dalam dirinya; lantaran sebagai sosok penyebarluasan dan populisme dia dengan sendirinya menentang pemusatan dan penyatuan kekuasaan.  "Dalam benak khalayak ramai, Siti Jenar dikenang sebagai patron wong cilik. Garis besar kisah hidupnya menggarisbawahi keterkaitan organisnya dengan lapis terendah masyarakat. Dalam versi kisahnya yang paling tersebar luas, Siti Jenar diceritakan sebagai seekor cacing tanah yang secara ajaib berubah menjadi manusia. Pengubahan ini terjadi karena  sang cacing secara kebetulan menerima pengetahuan esoteris yang mengantarnya menuju Hakikat Sejati. Sekali menjadi manusia, dia yang semula cacing ini kemudian berani untuk membuka tabir Pengetahuan Makrifat ini kepada khalayak ramai. Barangkali anggapan bahwa penyampaian pengetahuan semacam itu akan dapat mengubah martabat
"cacing-cacing" yang lain adalah kecemasan elite spiritual-politik di ibu negeri Demak. "Selain dosanya 'menyingkap sang Rahasia' kepada khalayak ramai, Siti Jenar juga dipersalahkan karena menyepelekan syariat, hukum suci Islam. Dan di dalam banyak penuturan kisahnya, dia dituduh sebagai orang yang mengaku dirinya Allah. Bagaimanapun juga, yang paling mencuat dan diberitakan adalah dosanya menyebarluaskan Ilmu Gaib; dan lantaran dosa inilah sang wali diadili dan dijatuhi hukuman mati. Terdapat berbagai versi tentang 'pengadilan' dan eksekusinya. Masing-masing versi perlu untuk dipahami dengan latar belakang ingatan kolektif masyarakat tentang kisahnya dan dalam bandingan dengan versi lainnya. Yang terpenting  untuk diperhatikan adalah keragaman kisah atas apa yang terjadi dengan jasad sang wali; berkisar dari ekstrem yang satu bahwa jasadnya berubah menjadi bangkai busuk seekor anjing hingga ke ekstrem yang lain (yakni pada versi Babad Jaka Tingkir) bahwa sang wali akhirnya mikraj ke surga." 
Adapun asal nama Kemlaten, kuburan Syekh Siti Jenar di Cirebon, terasalkan dari kisah alam Babad Cerbon, bahwa ketika para wali membongkar kuburan Siti Jenar setelah dihukum mati, untuk membuktikan kebenaran ajarannya: bahwa jika ia mati di dunia ini artinya hidup abadi di dunia yang sebenarnya -ternyata memang tak menemukan jasad, melainkan sekuntum bunga melati. Seperti juga telah sering ditemukan dalam riwayat wali yang sembilan, istilah "politik dongeng" menegaskan terdapatnya kepentingan ideologis di balik segenap "sejarah" tersebut. Kesadaran tentang perlu diabaikannya keberadaan dongeng-dongeng tersebut sebagai fakta historis, juga tersurat dalam catatan sejarawan Graaf dan Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1974), seperti ketika memberi catatan atas keberadaan Dewan Walisanga:  "Sudah jelas bahwa Musyawarat orang-orang suci menurut cerita legenda ini, yang dihadiri oleh mereka semua, sukar kiranya dapat sungguhsungguh terjadi. Dugaan ini wajar, karena antara kedua tokoh historis Sunan Ngampel Denta dan Sunan Kudus terdapat jarak waktu beberapa generasi (dari pertengahan abad ke-15 sampai dekade-dekade pertama abad ke-16)." 
Ajaran tentang ada Lantas, ajaran macam apa sebetulnya, yang dianggap "benar tapi berbahaya", sehingga penyebarnya begitu patut menerima hukuman mati dalam pandangan Walisanga? Dalam kenyataannya, buku-buku yang memuat dan menyebarkan teks yang disebut sebagai "ajaran" Syekh Siti Jenar ini beredar luas pada masa kini, beberapa di antaranya bahkan berpredikat best seller alias laris manis tanjung kimpul, yang bukan hanya tidak mengundang kecaman apa pun dari para pemeluk teguh syariat, melainkan justru ditulis oleh para ahli agama itu sendiri. Untuk menyebut beberapa, bisa diperiksa dua buku laris Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa (1999) dan Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar (2001), Muhammad Sholikhin, Sufisme Syekh Siti Jenar: Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar (2004), Sudirman Tebba, Syaikh Siti Jenar: Pengaruh Tasawuf Al-Hallaj di Jawa (2003), dan yang ditulis dengan sapaan hangat serta indah karya Achmad Chodjim, Syekh Siti Jenar: Makna "Kematian" (2002). Namun untuk mengintip apa yang disebut "ajaran rahasia" tersebut, pustaka yang akan diziarahi masih dari karya ilmiah P.J. Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti:Pantheisme  dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa (1935). 
Tidak mungkin memindahkan ulasan panjang lebar dalam disertasi Zoetmulder tersebut, tapi kita mulai saja dengan petikan atas kutipan dari Serat Siti Jenar yang diterbitkan oleh Tan Khoen Swie, Kediri, pada 1922: Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri. Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya, tidak seperti Syeh Siti Jenar. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan. Dalam disertasi filsafat ini Zoetmulder menekankan, bahwa dengan teks semacam ini Syekh Siti Jenar dan murid-muridnya telah ditafsirkan memberi kesan seolah-olah Tuhan itu tidak ada, padahal, "Menurut hemat kami ucapan-ucapan serupa hendaknya ditafsirkan sebagai sebuah polemik serta penolakan terhadap ide mengenai seorang Tuhan yang berpribadi; sebaliknya Siti Jenar mengetengahkan ide mengenai suatu Jiwa Semesta, ia manunggal dengan Hyang Suksma, manunggal dengan hidup yang tunggal, yakni dirinya sendiri." 
Bukan Al-Hallaj, tapi India Syekh Siti Jenar begitu sering dihubung-hubungkan dengan al-Husain ibnu Mansur al-Hallaj atau singkatnya Al-Hallaj sahaja, sufi Persia abad ke-10, yang sepintas lalu ajarannya mirip dengan Siti Jenar, karena ia memohon dibunuh agar tubuhnya tidak menjadi penghalang penyatuannya kembali dengan Tuhan. Adalah Al-Hallaj yang karena konsep satunya Tuhan dan dunia mengucapkan kalimat, "Akulah Kenyataan Tertinggi," yang menjadi alasan bagi hukuman matinya pada 922 Masehi di Baghdad. Seperti Syekh Siti Jenar pula, nama Al-Hallaj menjadi monumen keberbedaan dalam penghayatan agama, sehingga bahkan diandaikan bahwa jika secara historis Syekh Siti Jenar tak ada, maka dongengnya adalah personifikasi saja dari ajaran Al-Hallaj, bagi yang mendukung maupun yang menindas ajaran tersebut. Tepatnya persona Syekh Siti Jenar memang dihidupkan untuk dimatikan. 
Namun karena penelitiannya tentang segenap pengaruh terhadap sastra suluk Jawa, Zoetmulder berpendapat lain tentang ajaran Syekh Siti Jenar. "Jelaslah betapa besar pengaruh dari ide-ide India. Pengaruh itu tampak juga dari sikap terhadap nilai dan kenyataan dunia, yang dianggap hanya suatu permainan pancaindera, sebuah impian, segalanya hanya bersifat semu dan tak ada sesuatu yang nyata, suatu godaan, sebuah sulapan yang menimbulkan keinginan manusia dan dengan demikian mengurungnya. Singkatnya, di mana-mana kita mengenal kembali pandangan dari India.  "Akhirnya, juga kematian Siti Jenar - menurut logatnya sendiri, masuknya ke dalam kehidupan -seperti dilukiskan dalam versi yang kami bahas di sini, bernafaskan suasana India. Dengan menutup sendiri semua pintu dengan dunia luar ia membiarkan nafas kehidupan keluar dari badannya yang lalu mempersatukan diri dengan Suksma semesta. Dalam segala uraian ini hanya sedikit sekali pengaruh dari dunia Islam, sekalipun kadang-kadang disebut sebuah kutipan dalam bahasa Arab sekadar bahan pendukung. Sebaliknya menonjol sekali, betapa ajaran ini serasi dengan suatu bagian dari Arjunawiwaha yang melukiskan bagaimana Bhatara Indra dalam wujud seorang resi tua menyampaikan ajaran kesempurnaan kepada Arjuna yang sedang bertapa. 
"Bila akhirnya tokoh Siti Jenar kita bandingkan dengan apa yang kita ketahui mengenai Al-Hallaj, maka tampak, bahwa keserasian hanya berkaitan dengan beberapa sifat dari kisah itu, tetapi kesamaan dalam hal ajaran jarang kita jumpai."  Setelah menguraikan konsep ajaran Al-Hallaj yang dirujuknya dari peneliti sufisme terkenal Louis Massignon, hanya satu hal dianggap Zoetmulder agak mirip, yakni tentang permintaan maaf telah mengungkap rahasia ilahi (ifsa-al-asrar) - itu pun menurutnya Siti Jenar tidak minta maaf.
Dijelaskannya, "Tidak mengherankan, bahwa dalam ajaran Siti Jenar tak terdapat bekas-bekas ajaran otentik Al-Hallaj."  Ia pun merumuskan, "Perbedaan pokok antara kedua tokoh itu ialah AlHallaj selalu ditampilkan sebagai seorang sufi yang terbenam dalam cinta akan Tuhan, sedangkan dalam diri Siti Jenar sifat tadi hampir tidak tampak.
Siti Jenar terutama dikisahkan sebagai seorang yang mandiri, akal bebas yang tidak menghiraukan raja maupun hukum agama; tak ada sesuatu pun yang menghalanginya menarik kesimpulan dari ajarannya. Dengan demikian ia menjadi wali yang paling digemari rakyat dan yang riwayatnya masih hidup di tengah-tengah orang Jawa." 
Lemah Abang serba pinggiran Dengan konteks pengaruh India dan bukan Islam dalam ajaran Syekh Siti Jenar, menjadi jelas konteks duniawi yang terpadankan dengannya, seperti teruraikan oleh Graaf dan Pigeaud mengenai kedudukan politis Pengging sebagai kerajaan "kafir" terhadap kekuasaan Demak. Dalam legenda, Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging adalah murid Syekh Siti Jenar yang membangkang dan tidak bersedia tunduk maupun melawan Sultan Demak - yang membuat kedudukannya sulit diatasi meski Sunan Kudus ia izinkan untuk membunuhnya. "Tindakan Sunan Kudus yang sangat terkenal terhadap 'si bid'ah' Kebo Kenanga itu sesuai dengan ketegasan terhadap penghujah Allah Syekh Lemah Abang (atau Pangeran Siti Jenar) sendiri. Syekh itu adalah guru ilmu kebatinan empat bersaudara: Yang Dipertuan di Pengging, di Tingkir, di Ngerang, dan di Butuh." Bahwa Pengging sebelumnya disebut-sebut sebagai kerajaan "kafir" yang masih berdiri setelah Majapahit runtuh, jelas menunjukkan personifikasi Syekh Siti Jenar sebagai representasi perlawanan, terhadap dominasi Demak sebagai representasi hegemoni kekuasaan rohani sekaligus duniawi.  Mungkinkah bisa dipahami sekarang, mengapa banyak wilayah di Jawa bernama Lemah Abang, dan selalu terletak di pinggiran? 

SYEKH SITI JENAR pada Masa kerajaan Demak. 
Saat Pemerintahan Kerajaan Islam Sultan Bintoro Demak I (1499) Kehadiran  Syekh Siti Jenar ternyata menimbulkan kontraversi, apakah benar ada atau hanya tokoh imajiner yang direkayasa untuk suatu kepentingan politik. Tentang ajarannya sendiri, sangat sulit untuk dibuat kesimpulan apa pun, karena belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar, kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi. Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam khususnya orang Jawa, walau dengan pandangan berbeda-beda. 
Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dansekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil dan hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para Wali. Siti Jenar dianggap telah merusakketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huruhara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan desa Krendhasawa), untuk membawa Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri). Akan tetapi kematian Siti Jenar juga bisa jadi karena masalah politik, berupa perebutan kekuasaan antara sisa-sisa Majapahit non Islam yang tidak menyingkir ke timur dengan kerajaan Demak, yaitu antara salah satu cucu Brawijaya V yang bernama Ki Kebokenongo/Ki Ageng Pengging dengan salah satu anak Brawijaya V yang bernama Jin Bun/R. Patah yang memerintah kerajaan Demak dengan gelar Sultan Bintoro Demak I, dimana Kebokenongo yang beragama Hindu-Budha beraliansi dengan Siti Jenar yang beragama Islam. Nama lain dari Syekh Siti Jenar antara lain Seh Lemahbang atau Lemah Abang, Seh Sitibang, Seh Sitibrit atau Siti Abri, Hasan Ali Ansar dan Sidi Jinnar. Menurut Bratakesawa dalam bukunya Falsafah Siti Djenar (1954) dan buku Wejangan Wali Sanga himpunan Wirjapanitra, dikatakan bahwa saat Sunan Bonang memberi pelajaran iktikad kepada Sunan Kalijaga di tengah perahu yang saat bocor ditambal dengan lumpur yang dihuni cacing lembut, ternyata si cacing mampu dan ikut berbicara sehingga ia disabda Sunan Bonang menjadi manusia, diberi nama Seh Sitijenar dan diangkat derajatnya sebagai Wali. 
Dalam naskah yang tersimpan di Musium Radyapustaka Solo, dikatakan bahwa ia berasal dari rakyat kecil yang semula ikut mendengar saat Sunan Bonang mengajar ilmu kepada Sunan kalijaga di atas perahu di tengah rawa. Sedangkan dalam buku Sitijenar tulisan Tan Koen Swie (1922), dikatakan bahwa Sunan Giri mempunyai murid dari negeri Siti Jenar yang kaya kesaktian bernama Kasan Ali Saksar, terkenal dengan sebutan Siti Jenar (Seh Siti Luhung/Seh Lemah Bang/Lemah Kuning), karena permohonannya belajar tentang makna ilmu rasa dan asal mula kehidupan tidak disetujui Sunan Bonang, maka ia menyamar dengan berbagai cara secara diam-diam untuk mendengarkan ajaran Sunan Giri.
Namun menurut Sulendraningrat dalam bukunya Sejarah Cirebon (1985) dijelaskan bahwa Syeh Lemahabang berasal dari Bagdad beraliran Syi’ah Muntadar yang menetap di Pengging Jawa Tengah dan mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) dan masyarakat, yang karena alirannya ditentang para Wali di Jawa maka ia dihukum mati oleh Sunan Kudus di Masjid Sang Cipta Rasa (Masjid Agung Cirebon) pada tahun 1506 Masehi dengan Keris Kaki Kantanaga milik Sunan Gunung Jati dan dimakamkan di Anggaraksa/Graksan/Cirebon. 
Informasi tambahan di sini, bahwa Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) adalah cucu Raja Brawijaya V (R.Alit/Angkawijaya/Kertabumi yang bertahta tahun 1388), yang dilahirkan dari putrinya bernama Ratu Pembayun (saudara dari Jin Bun/R. Patah/Sultan Bintoro Demak I yang bertahta tahun 1499) yang dinikahi Ki Jayaningrat/Pn. Handayaningrat di Pengging. Ki Ageng Pengging wafat dengan caranya sendiri setelah kedatangan Sunan Kudus atas perintah Sultan Bintoro Demak I untuk memberantas pembangkang kerajaan Demak. Nantinya, di tahun 1581, putra Ki Ageng Pengging yaitu Mas Karebet, akan menjadi Raja menggantikan Sultan Demak III (Sultan Demak II dan III adalah kakak-adik putra dari Sultan Bintoro Demak I) yang bertahta di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo Pajang I. 
Keberadaan Siti Jenar diantara Wali-wali (ulama-ulama suci penyebar agama Islam yang mula-mula di Jawa) berbeda-beda, dan malahan menurut beberapa penulis ia tidak sebagai Wali. Mana yang benar, terserah pendapat masing-masing. Sekarang mari kita coba menyoroti falsafah/faham/ajaran Siti Jenar. 
Konsepsi Ketuhanan, Jiwa, Alam Semesta, Fungsi Akal dan Jalan Kehidupan dalam pandangan Siti Jenar dalam buku Falsafah Siti Jenar tulisan Brotokesowo (1956) yang berbentuk tembang dalam bahasa Jawa, yang sebagian merupakan dialog antara Siti Jenar dengan Ki Ageng Pengging, yaitu kira-kira: 
• Siti Jenar yang mengaku mempunyai sifat-sifat dan sebagai dzat Tuhan, dimana sebagai manusia mempunyai 20 (dua puluh) atribut/sifat yang dikumpulkan di dalam budi lestari yang menjadi wujud mutlak dan disebut dzat, tidak ada asal-usul serta tujuannya; 
• Hyang Widi sebagai suatu ujud yang tak tampak, pribadi yang tidak berawal dan berakhir, bersifat baka, langgeng tanpa proses evolusi, kebal terhadap sakit dan sehat, ada dimana-mana, bukan ini dan itu, tak ada yang mirip atau menyamai, kekuasaan dan kekuatannya tanpa sarana,kehadirannya dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda, tidak dapat diinterpretasikan, menghendaki sesuatu tanpa dipersoalkan terlebih dahulu, mengetahui keadaan jauh diatas kemampuan pancaindera, ini semua ada dalam dirinya yang bersifat wujud dalam satu kesatuan, Hyang Suksma ada dalam dirinya; 
• Siti Jenar menganggap dirinya inkarnasi dari dzat yang luhur, bersemangat, sakti, kebal dari kematian, manunggal dengannya, menguasai ujud penampilannya, tidak mendapat suatu kesulitan, berkelana kemana-mana, tidak merasa haus dan lesu, tanpa sakit dan lapar, tiada menyembah Tuhan yang lain kecuali setia terhadap hati nurani, segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah; 
• Segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah, maha suci, sholat 5 (lima) waktu dengan memuji dan dzikir adalah kehendak pribadi manusia dengan dorongan dari badan halusnya, sebab Hyang Suksma itu sebetulnya ada pada diri manusia; 
• Wujud lahiriah Siti jenar adalah Muhammad, memiliki kerasulan, Muhammad bersifat suci, samasama merasakan kehidupan, merasakan manfaat pancaindera; 
• Kehendak angan-angan serta ingatan merupakan suatu bentuk akal yang tidak kebal atas kegilaan, tidak jujur dan membuat kepalsuan demi kesejahteraan pribadi, bersifat dengki memaksa, melanggar aturan, jahat dan suka disanjung, sombong yang berakhir tidak berharga dan menodai penampilannya; 
• Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, jasad busuk bercampur debu menjadi najis, nafas terhembus di segala penjuru dunia, tanah dan air serta api kembali sebagai asalnya, menjadi baru;  Dalam buku Suluk Wali Sanga tulisan R. Tanojo dikatakan bahwa : 
• Tuhan itu adalah wujud yang tidak dapat di lihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti bintang bersinar cemerlang yang berwujud samar-samar bila di lihat, dengan warna memancar yang sangat indah;  • Siti Jenar mengetahui segala-galanya sebelum terucapkan melebihi makhluk lain ( kawruh sakdurunge minarah), karena itu ia juga mengaku sebagai Tuhan; 
• Sedangkan mengenai dimana Tuhan, dikatakan ada di dalam tubuh, tetapi hanya orang terpilih (orang suci) yang bisa melihatnya, yang mana Tuhan itu (Maha Mulya) tidak berwarna dan tidak terlihat, tidak bertempat tinggal kecuali hanya merupakan tanda yang merupakan wujud Hyang Widi; 
• Hidup itu tidak mati dan hidup itu kekal, yang mana dunia itu bukan kehidupan (buktinya ada mati) tapi kehidupan dunia itu kematian, bangkai yang busuk, sedangkan orang yang ingin hidup abadi itu adalah setelah kematian jasad di dunia; 
• Jiwa yang bersifat kekal/langgeng setelah manusia mati (lepas dari belenggu badan manusia) adalah suara hati nurani, yang merupakan ungkapan dari dzat Tuhan dan penjelmaan dari HyangWidi di dalam jiwa dimana raga adalah wajah Hyang Widi, yang harus ditaati dan dituruti perintahnya.
Dalam buku Bhoekoe Siti Djenar karya Tan Khoen Swie (1931) dikatakan bahwa : 
• Saat diminta menemui para Wali, dikatakan bahwa ia manusia sekaligus Tuhan, bergelar Prabu Satmata; 
• Ia menganggap Hyang Widi itu suatu wujud yang tak dapat dilihat mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang, warnanya indah sekali, memiliki 20 (dua puluh) sifat (antara lain : ada, tak bermula, tak berakhir, berbeda dengan barang yang baru, hidup sendiri dan tanpa bantuan sesuatu yang lain, kuasa, kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, berbicara) yang terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut DZAT dan itu serupa dirinya, jelmaan dzat yang tidak sakit dan sehat, akan menghasilkan perwatakan kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramah-tamahan; 
• Tuhan itu menurutnya adalah sebuah nama dari sesuatu yang asing dan sulit dipahami, yang hanya nyata melalui kehadiran manusia dalam kehidupan duniawi. 
Menurut buku Pantheisme en Monisme in de Javaavsche tulisan Zoetmulder, SJ.(1935) dikatakan bahwa Siti Jenar memandang dalam kematian terdapat sorga neraka, bahagia celaka ditemui, yakni di dunia ini. Sorga neraka sama, tidak langgeng bisa lebur, yang kesemuanya hanya dalam hati saja, kesenangan itu yang dinamakan sorga sedangkan neraka, yaitu sakit di hati. Namun banyak ditafsirkan salah oleh para pengikutnya, yang berusaha menjalani jalan menuju kehidupan (ngudi dalan gesang) dengan membuat keonaran dan keributan dengan cara saling membunuh, demi mendapatkan jalan pelepasan dari kematian. 

Siti Jenar yang berpegang pada konsep bahwa manusia adalah jelmaan dzat Tuhan, maka ia memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang mana jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan dan raga adalah bentuk luar dari jiwa dengan dilengkapi pancaindera maupun berbagai organ tubuh. Hubungan jiwa dan raga berakhir setelah manusia mati di dunia, menurutnya sebagai lepasnya manusia dari belenggu alam kematian di dunia, yang selanjutnya manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Siti Jenar memandang bahwa pengetahuan tentang kebenaran Ketuhanan diperoleh manusia bersamaan dengan penyadaran diri manusia itu sendiri, karena proses timbulnya pengetahuan itu bersamaan dengan proses munculnya kesadaran subyek terhadap obyek (proses intuitif). Menurut Widji Saksono dalam bukunya Al-Jami’ah (1962) dikatakan bahwa wejangan pengetahuan dari Siti jenar kepada kawankawannya ialah tentang penguasaan hidup, tentang pintu kehidupan, tentang tempat hidup kekal tak berakhir di kelak kemudian hari, tentang hal mati yang dialami di dunia saat ini dan tentang kedudukannya yang Mahaluhur. Dengan demikian tidaklah salah jika sebagian orang ajarannya merupakan ajaran kebatinan dalam artian luas, yang lebih menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah, sehingga ada juga yang menyimpulkan bahwa konsepsi tujuan hidup manusia tidak lain sebagai bersatunya manusia dengan Tuhan (Manunggaling Kawula-Gusti). 
Dalam pandangan Siti Jenar, Tuhan adalah dzat yang mendasari dan sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada, sekaligus yang menjiwai segala sesuatu yang berwujud, yang keberadaannya tergantung pada adanya dzat itu. Ini dibuktikan dari ucapan Siti Jenar bahwa dirinya memiliki sifat-sifat dan secitra Tuhan/Hyang Widi.  Namun dari berbagai penulis dapat diketahui bahwa bisa jadi benturan kepentingan antara kerajaan Demak dengan dukungan para Wali yang merasa hegemoninya terancam yang tidak hanya sebatas keagamaan (Islam), tapi juga dukungan nyata secara politis tegaknya pemerintahan Kesultanan di tanah Jawa (aliansi dalam bentuk Sultan mengembangkan kemapanan politik sedang para Wali menghendaki perluasan wilayah penyebaran Islam). 
Dengan sisa-sisa pengikut Majapahit yang tidak menyingkir ke timur dan beragama Hindu-Budha yang memunculkan tokoh kontraversial beserta ajarannya yang dianggap "subversif" yaitu Syekh Siti Jenar (mungkin secara diam-diam Ki Kebokenongo hendak mengembalikan kekuasaan politik sekaligus keagamaan Hindu-Budha sehingga bergabung dengan Siti jenar). Bisa jadi pula, tragedi Siti Jenar mencerminkan perlawanan kaum pinggiran terhadap hegemoni Sultan Demak yang memperoleh dukungan dan legitimasi spiritual para Wali yang pada saat itu sangat berpengaruh. Disini politik dan agama bercampur-aduk, yang mana pasti akan muncul pemenang, yang terkadang tidak didasarkan pada semangat kebenaran. 
Kaitan ajaran Siti Jenar dengan Manunggaling Kawula-Gusti seperti dikemukakan di atas, perlu diinformasikan di sini bahwa sepanjang tulisan mengenai Siti Jenar yang diketahui, tidak ada secara eksplisit yang menyimpulkan bahwa ajarannya itu adalah Manunggaling Kawula-Gusti, yang merupakan asli bagian dari budaya Jawa. Sebab Manunggaling Kawula-Gusti khususnya dalam konteks religio spiritual, menurut Ir. Sujamto dalam bukunya Pandangan Hidup Jawa (1997), adalah pengalaman pribadi yang bersifat "tak terbatas" (infinite) sehingga tak mungkin dilukiskan dengan kata untuk dimengerti orang lain.

Seseorang hanya mungkin mengerti dan memahami pengalaman itu kalau ia pernah mengalaminya sendiri. Dikatakan bahwa dalam tataran kualitas, Manunggaling Kawula-Gusti adalah tataran yang dapat dicapai tertinggi manusia dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tataran ini adalah Insan Kamilnya kaum Muslim, Jalma Winilisnya aliran kepercayaan tertentu atau Satriyapinandhita dalam konsepsi Jawa pada umumnya, Titik Omeganya Teilhard de Chardin atau Kresnarjunasamvadanya Radhakrishnan. Yang penting baginya bukan pengalaman itu, tetapi kualitas diri yang kita pertahankan secara konsisten dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pengalaman tetaplah pengalaman, tak terkecuali pengalaman paling tinggi dalam bentuk Manunggaling kawula Gusti, yang tak lebih pula dari memperkokoh laku. Laku atau sikap dan tindakan kita sehari-hari itulah yang paling penting dalam hidup ini. 
Kalau misalnya dengan kekhusuk-an manusia semedi malam ini, ia memperoleh pengalaman mistik atau pengalaman religius yang disebut Manunggaling Kawula-Gusti, sama sekali tidak ada harga dan manfaatnya kalau besok atau lusa lantas menipu atau mencuri atau korupsi atau melakukan tindakanrindakan lain yang tercela. Kisah Dewa Ruci adalah yang menceritakan kejujuran dan keberanian membela kebenaran, yang tanpa kesucian tak mungkin Bima berjumpa Dewa Ruci. 
Kesimpulannya, Manunggaling Kawula-Gusti bukan ilmu melainkan hanya suatu pengalaman, yang dengan sendirinya tidak ada masalah boleh atau tidak boleh, tidak ada ketentuan/aturan tertentu, boleh percaya atau tidak percaya. Kita akhiri kisah singkat tentang Syekh Siti Jenar, dengan bersama-sama merenungkan kalimat berikut
yang berbunyi : "Janganlah Anda mencela keyakinan/kepercayaan orang lain, sebab belum tentu kalau keyakinan/kepercayaan Anda itu yang benar sendiri".* 

Sidang para Wali 
Sunan Giri membuka musyawarah para wali. Dalam musyawarah itu ia mengajukan masalah Syeh Siti Jenar. Ia menjelaskan bahwa Syeh Siti Jenar telah lama tidak kelihatan bersembahyang jemaah di masjid. Hal ini bukanlah perilaku yang normal. Syeh Maulana Maghribi berpendapat bahwa itu akan menjadi contoh yang kurang baik dan bisa membuat orang mengira wali teladan meninggalkan syariah nabi Muhammad. Sunan Giri kemudian mengutus dua orang santrinya ke gua tempat syeh Siti Jenar bertapa dan memintanya untuk datang ke masjid. Ketika mereka tiba,mereka diberitahu hanya ALLAH yang ada dalam gua.Mereka kembali ke masjid untuk melaporkan hal ini kepada
Sunan Giri dan para wali lainnya.Sunan Giri kemudian menyuruh mereka kembali ke gua dan menyuruh ALLAH untuk segera menghadap para wali. Kedua santri itu kemudian diberitahu, ALLAH tidak ada dalam gua, yang ada hanya Syeh Siti Jenar. Mereka kembali kepada Sunan Giri untuk kedua kalinya. Sunan Giri menyuruh mereka untuk meminta datang baik ALLAH maupun Syeh Siti Jenar. Kali ini Syeh Siti Jenar keluar dari gua dan dibawa ke masjid menghadap para wali. Ketika tiba Syeh Siti Jenar memberi hormat kepada para wali yang tua dan menjabat tangan wali yang muda. Ia diberitahu bahwa dirinya diundang kesini untuk menghadiri musyawarah para wali tentang wacana kesufian. Didalam musyawarah ini Syeh Siti Jenar menjelaskan wacana kesatuan makhluk yaitu dalam pengertian akhir hanya ALLAH yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa dibedakan antara ALLAH, manusia dan segala ciptaan lainnya.

Sunan Giri menyatakan bahwa wacana itu benar,tetapi meminta jangan diajarkan karena bisa membuat masjid kosong dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahwa ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang bodoh dan kafir.Dari percakapan Siti Jenar dan Sunan Giri itu kelihatannya bahwa yang menjadi masalah substansi ajaran Syeh Siti Jenar, tetapi penyampaian kepada masyarakat luas. Menurut Sunan Giri paham Syeh Siti Jenar belum boleh disampaikan kepada masyarakat luas sebab mereka bisa bingung, apalagi saat itu masih banyak orang yang baru masuk islam, karena seperti disampaikan di muka bahwa Syeh Siti Jenar hidup dalam masa peralihan dari kerajaan Hindu kepada kerajaan Islam di Jawa pada akhir abad ke 15 M. Percakapan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri juga diceritakan dalam buku Siti Jenar terbitan Tan Koen Swie. Sebagai berikut :
Pedah punapa mbibingung,
Ngangelaken ulah ngelmi,
NJeng Sunan Giri ngandika,
Bener kang kaya sireki,
Nanging luwih kaluputan,
Wong wadheh ambuka wadi.
Telenge bae pinulung,
Pulunge tanpa ling aling,
Kurang waskitha ing cipta,
Lunturing ngelmu sajati,
Sayekti kanthi nugraha,
Tan saben wong anampani.
Artinya:
Syeh Siti Jenar berkata, untuk apa kita membuat bingung, untuk apa kita mempersulit ilmu? Sunan Giri berkata, benar apa yang anda ucapkan, tetapi anda bersalah besar,karena berani membuka ilmu rahasia secara tidak semestinya. Hakikat Tuhan langsung diajarkan tanpa ditutup tutupi. Itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar telah matang. Tak boleh diberikan begitu saja kepada setiap orang. 
Ngrame tapa ing panggawe
Iguh dhaya pratikele
Nukulaken nanem bibit
Ono saben galengane
Mili banyu sumili
Arerewang dewi sri
Sumilir wangining pari
Sêrat Niti Mani
Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarengat. Saking karsanipun nêgari patrap ing makatên wau kagalih ambêbaluhi adamêl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti Jênar anampeni hukum kisas, têgêsipun hukuman pêjah.
Sarêng jaja sampun tinuwêg ing lêlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. Amêsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita:

Kinanti
Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pêpuntoning tekad, santa-santosaning kapti.
Nora saking anon ngrungu, riringa rêngêt siningit, labêt sasalin salaga, salugune den-ugêmi, yeka pangagême raga, suminggah ing sangga runggi.
Marmane sarak siningkur, kêrana angrubêdi, manggung karya was sumêlang, êmbuh-êmbuh denandhêmi, iku panganggone donya, têkeng pati nguciwani.
Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinên pangesthinira, ginêlêng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika,neng kaanan ênêng êning.



Rabu, 20 Juni 2012

Be careful to the Mall ..!

"Health Problems that need attention and solutions in Service buildings services, Super Market, Mall or the Plaza"


We need to know along with the development in big cities today, in meeting the daily needs of consumers needed from various walks of life, has now focused on a place, buildings or services, and where it is often known as Mall , Plaza or the Super Market. The investors with all the investment calculation has built a variety of economic facilities in the corners of the city even though the city center, and inside the building and the building needs to be served, from the primary, secondary, even to the needs of the luxury / luxs.


From the mall or plaza facilities, we all know that these facilities serve so many people are out to meet his needs, ranging from groceries, clothing, cosmetics, medicines, and various other types of goods and services, all of which are in one roof of the mall building.
Therefore, in planning the building until the arrangement and utilization need to pay attention to aspects of psychological health and to avoid negatively impacting the environment, especially for visitors as consumers are feeling the comfort aspect of the visit and shop.


In addition to the convenience aspects, health aspects, particularly environmental health that includes some things that need attention in order to mall or plaza that could serve the community well, and vice versa people can feel safe and healthy for the visit and shop, and some things that need to attention are as follows:
a. From outside the environmental aspects of buildings should not be any remnants of trash that can cause odors, flies the nest place, standing water, or even a rat's nest.
b. The existence of green plants in the garden outside the building, thus giving a sense of calm and reduce the effects of glass reflecting the mall building, resulting in glare and hot taste for visitors as beyond the courtyard.
c. Inside the building there should be sufficient light intensity, and appropriateness of ventilation air to the humidity in the room of the building.
d. Setting items are predominantly humid indoor air-conditioned because it must be done properly so as not to cause a particle or microorganisms in the air-conditioned air.
e. Should pay attention to the model and the power of building construction as well as sufficient levels of oxygen in the room to the dangers that arise as the collapse of the building, visitors experience shortness of breath and so on. So you should have no visitors enter the capacity settings so as not to crowd out the visit and shop.
f. A trivial but important to note is that sanitation, emergency health posts, fire extinguishers and emergency preparedness personnel or exavator elevator operator, to reduce the possibilities of the worst that will happen in TSB activity in the mall.


Of the various things that we mentioned above, there is a problem that needs our attention and priority that the point is not to disturb the comfort and our health, so if we pull a topic or issue that needs to be removed from the buildings studied supermarket or mall and plaza is :


"The impact of indoor air humidity Supermarket or Mall building is air-conditioned due to ions, dust particles and microbes in the room on health (lung, heart and nerve human) visitors'


Kamis, 19 Januari 2012

Bagaimana CO2 bisa menjadi Energi Masa Depan

Kajian Ekologi

1.       Bagaimana bila air aqua ditambah O2 apakah bisa terserap dalam tubuh manusia.
2.       Bagaimana CObisa jadi sumber energi masa depan.
3.       Bagaimana fitoplankton bisa mengikat COdi udara.
Telaahan jawaban :
1.       Perlu dipahami bahwa oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa dan lazimnya sedikit sekali yang larut dalam air. Secara normal air yang bisa dimanfaatkan untuk proses  kehidupan harus mengandung minimum 5 ppm oksigen terlarut dalam setiap liternya, selebihnya tergantung derajat keaktifan, kehadiran pencemar, suhu dan sebagainya. Laju konsumsi kelarutan oksigen dalam air maksimum tercapai pada tekanan 1 atm yaitu 21 % oksigen terlarut. ( A. Tresna Sastrawijaya,M.Sc, h.84 )

Dijelaskan semakin naik suhu, kelarutan oksigen dalam air makin rendah, sebagai perbandingan bisa dilihat dibawah ini :
Suhu, dalam o C
Kelarutan, dalam ppm
0
14,6
5
12,7
10
11,3
15
10,1
Dari analisa ini bila ada suatu produk air minum dengan propaganda ada penambahan oksigen, tentunya tak akan membahayakan konsumen karena kita bisa menyimpulkan kita bisa minum es dan itu bisa diserap tubuh, kenapa tidak dengan air aqua, namun bila diperlukan suatu penelitian secara biologi, biomedik dan biokimia bisa saja, tapi dengan analisa kami diatas sudah cukup untuk mengatakan aqua yang diberi tambahan oksigen aman dan bisa dikonsumsi. Tak percaya silakan coba. 
2.    Untuk memanfaatkan CO2 sebagai energi dimasa depan, itu perlu kajian lebih dalam mengenai keteraturan hubungan senyawa-snyawa yang ada dalam permukaan bumi ini. Dalam kondisi setimbang CO2 telah memberikan manfaat pada kita yaitu melalui energi thermal yang telah diabsorbsi pada daerah infra merah,sehingga iklim terasa hangat dan nyaman. Namun fakta untuk saat ini pembakaran bahan fosil seperti batubara dan minyak bumi memberikan banyak CO2 ke udara, sebaliknya hutan dan lingkungan hijau makin berkurang, dan ahirnya kemampuan fotosintesis juga makin berkurang. Akibatnya siklus karbon terganggu, pada saat ini hanya 50 % CO2 yang dihasilkan dapat diabsorbsi oleh lautan, akhirnya terjadilah penimbunan CO2 di udara dengan kecepatan 6 juta ton per tahun. Alam tidak mampu berlomba dan berpacu dalam maraton proses pembentukan CO2, sehingga makin menumpuklah COdiatas bumi ini.
Perlu kita ketahui CO2 menyerap energi itulah sebabnya suhu udara semakin naik, dan menurut perhitungan dalam waktu 500 tahun suhu akan meningkat 22 0C. Andaiakan kenaikan suhu itu separuhnya  saja, maka sirkulasi udara, badai dan angin topan akan menyebabkan malapetaka di dunia ini,  karena kenaikan suhu akan mencairkan es di kutub, permukaan laut akan naik, dan kawasan pantai banyak yang tenggelam. Itulah sebanya pengaruh CO2 ini sering dinamakan efek rumah kaca.
Dan untuk memanfaatkan COsebagai energi masa depan, tentunya tidak lepas dari upaya menuju arah kesetimbangan alam, yang jelas CO2 nyata-nyata dibutuhkan oleh proses fotosintesis dimana salah satu senyawa utama yang dihasilkan adalah oksigen. Menurut logika sederhana aktifitas CO2 akan berhenti jika aktifitas manusia juga berhenti, namun tidak demikian, kita bisa mengurangi laju CO2 ini dengan cara atau alternatif menutup ladang-ladang minyak atau gas bumi, pabrik dan industri untuk sementara waktu, satu atau dua dasa warsa, mungkin dengan cara ini energi CO2 yang ada bisa dimaksimalkan pemanfaatannya dan laju fotosintesis meningkat dan bumi kembali sejuk dan hijau. Wallahu a’lam.  
3.       Perlu kita cermati terlebih dulu bahawCOdi dalam udara, sebagian digunakan oleh mahluk hidup yaitu proses fotosintesa dan sebagian akan melarut dalam laut. Pada permukaan laut CO2 sebagian juga akan turun ke dasar laut, jumlahnya bergantung pada sifat permukaan air seperti keasaman, suhu, dan kadar garam. Di daerah panas seperti negara kita ini CO2 justru dibebaskan oleh laut dan menguap ke udara, karena itu mekanisme kesetimbangan berjalan lambat. Mekanisme ini diperlambat lagi oleh keberadaan jumlah kendaraan darat dan pesawat  terbang yang sekonyong-konyong meningkat  terus.
Perlu dicatat bahwa lautan mengandung 50 kali lebih banyak CO2 daripada yang ada di udara, karena itulah lautan lebih cenderung mengatur daur CO2 di udara. ( A. Tresna Sastrawijaya,M.Sc, h.88 )
Fitoplankton didalam lautan mampu memfotosintesis sekitar 40 milyar ton CO2 diubah menjadi senyawa karbon tiap tahunnya, namun tindakan manusia sendiri jua yang mengganggu kesetimbangan biologi geokimia ini, sehingga kemampuan fitoplankton ini tiada guna atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan produk CO2 diatas bumi ini yang lebih dari 40 milyar ton setiap tahunnya.
Logika sederhana untuk mengimbangi laju kenaikan CO2 ini adalah dengan memperluas lahan hutan lindung,mengurangi pengejaran dan pembunuhan terhadap ikan-ikan di laut lepas, serta mengawasi jalur-jalur transportasi dan industri yang membawa dampak polusi CO2 bagi permukaan bumi ini. Sehingga kita asumsikan demikian, dengan kenaikan fotosintesis melalui hutan dan fitoplankton akan mengurangi CO2 lebih banyak, dan mengarah pada kesetimbangan.

Selasa, 12 Juli 2011

Technology Orientation Overcome Jakarta Flood

Technology Orientation Overcome Jakarta Flood


After the hole biopori, another one researcher's findings technologies Bogor. Agricultural Institute (IPB) to address the problem of runoff and flooding in Jakarta. The technology is called orientation. Orientation basic principle of retaining water in the area to fill aquifer is free, so the water can be controlled and utilized optimally for the benefit of society. The system combines orientation between wells with plants.

" The orientation is applied technology that combines elements of plants, 'green water' and 'blue water' in a landscape with a maximum water soak into the ground. The water can be harnessed for the benefit of the community," said Specialist Field Hydrology and Ecosystem Watershed (DAS) Faculty of Forestry, Ir.Nana M.Arifjaya at Press Conference, Tuesday (17 / 3) at the Campus IPB Darmaga.

"Green water" is water stored in trees and land, while the "blue water" is water being stored in the form of springs, rivers and lakes. 
According to Nana, approximately 44.91 percent or 28,902 hectares of land in Jakarta is able to absorb water well. "That said, this area becomes a giant sponge that is ready to store water. The problem, land area is already covered buildings and asphalt."

With average rainfall in Jakarta 2000 milli meters per year, on land utilization orientation technology is capable of storing 578.34 million cubic meters of water per year or 1.6 million cubic meters per day. 
This amount is sufficient to meet the domestic needs of about 7.9 million urban communities.

"With the distance of 2 to 3 feet from the well orientation, the residents could put a water pump, so that they no longer need running water," said Nana. 
Making orientation can be done in the yard, gutters, sidewalks, parks, parking lots, narrow alleys and densely populated. No need to land acquisition, and does not eliminate the land area.
Manufacturing process is fairly simple. First, making a small ditch to the wells. Second, digging wells one square meter depth of 2.7 meters. Thirdly, the installation of retaining walls anesthetic infiltration wells. Stunning prints made of concrete, shaped like a rectangular window measuring one meter, and has four holes.Stunning mounted on the left and upper right side under the wall of wells. Fourth, the installation of palm fiber and stone in the wall below infiltration wells as deep as 1.7 meters. Fibers and stone serves to absorb water and resist the kinetic energy of water into the bottom of the well. Fifth, the installation of the well cover. This cover is made of concrete.


Rain water runoff deliberately directed into the well through a pipe, so water does not all flow directly into the lower regions. In 2008, the team has made IPB orientation wells at 800 locations in Jakarta. This year, 100 wells planned to be made again. Areas that allow for the manufacture of these wells are mostly located in East Jakarta, West and South.

In the calculation IPB team, the ideal number for the entire watershed orientation wells in the Greater Jakarta area is 261,622 units with the ability to absorb rainwater 437.2 cubic meters per second. 123 706 units of which are made in Jakarta and 6642 units in the city of Bogor.

Funds to make one well orientation approximately USD 2.5 million.Costs include excavation, soil disposal, manufacture and installation of wells. To make more than 261 thousand wells in the Greater Jakarta orientation needed funds around Rp1 trillion, far lower than the cost of construction of the east flood canal that reached Rp13 trillion.
Orientation different wells in general. Some factors to consider in making orientation include ground water depths of more than 3 meters, the land selected is not saturated water, is a land built (building up), instead of alluvial soil (silt sediment), the distance from the septic tank is more than 8 meters, geological location of the land selected aluvail fan who has such a high absorption foam."The cause of the failure of production wells due to its manufacture does not take into consideration the geological land, without planning and supervision of mature," said Nana.

Flood control is more perfect if the dams are also built dams to control and restraint at some point along the rivers. This dam serves to reduce the speed of water flow from upstream to downstream, especially during heavy rains or high water discharge. "Special Ciliwung control dams needed 298 units and 66 units of the retaining dam," said Nana. (Ris)